Pandangan Terhadap Diri Sendiri, Asrama, Hogwarts, dan juga Turnamen
Oleh: Clara Fein Flitchley
Siswa Tahun Kedua
Slytherin

SEKOLAH SIHIR HOGWARTS
1974


•It’s Me, Clara.

Sebagai seorang gadis yang diciptakan dengan penampilan yang menarik, tak ada salahnya jika aku sedikit bereksplorasi dengan penampilan dan pesona yang ada padaku. Hal itu semata-mata karena keterbatasanku sebagai seorang gadis yang dipenuhi oleh berbagai talenta yang tak lepas dari pandangan setiap orang yang memperhatikan. Mungkin itulah yang orang lain pertama kali ungkap ketika melihatku, seorang gadis pesolek yang amat memerhatikan penampilan, dan terkadang judes.

Namun, sebuah problema tersendiri yang dapat kuhadapi karena sejak kecil dibesarkan oleh keluarga yang broken home. Ibu-ku yang berasal dari Amerika Serikat yang sangat menjunjung tinggi liberalisme, sudah lama bercerai dengan Ayah kandungku, James Shoemaker. Seorang penyihir kelahiran London yang bahkan aku sendiri baru mengetahui kalau ia penyihir setelah mengetahui keberadaan diriku sebagai murid Hogwarts. Dan aku sendiri lebih memilih untuk memakai nama belakang dari ibuku alih-alih mewarisi nama keluarga dari orang yang telah mencampakkan wanita yang amat kusayangi. I Love my Mom ! Bersama asuhan ibuku yang sangat mementingkan bisnis, tanpa kasih sayang seorang ayah, yang telah mencampakkan anaknya begitu saja ketika ia berumur lima tahun, aku tumbuh besar dengan pesat di tengah hiruk pikuk pusat kota London di dalam pergaulan muggle-muggle tanpa mengetahui apa itu dunia sihir.

Lingkungan yang cukup atraktif bersama muggle dengan segala kondisi modernisasinya yang sangat berbeda dari dunia sihir, ditambah dengan asuhan seorang single parents yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, dan trauma seperti mudah tak percaya kepada setiap orang membuat karakter-ku menjadi seperti ini. Clara, begitulah namaku. Tipikal gadis judes yang terlalu memperhatikan penampilan, terkadang kasar akibat pengaruh pergaulanku yang sangat erat dengan moderinisasi muggle, juga seorang gadis yang tak memedulikan keadaan orang lain kecuali aku membutuhkan sesuatu dari orang tersebut. Namun jika kau teliti dan perhatikan aku dalam ‘cover’ yang ada, terkadang aku adalah seorang gadis yang berhati lembut dan sangat menyukai ketenangan. Aku lebih menyukai suasana-suasana yang damai dan tenang ketika saat aku bermeditasi, walau kenyataannya beberapa anak mengangguku dan memberikan suasanya yang berlawanan sehingga amarahku meningkat. Hanya saja, aku tetaplah seorang gadis yang rentan di balik ketangguhanku sendiri dalam menghadapi hidup, dan jangan pernah sekali-kali mempermainkan aku !


• Snake on Me.

Aku berada di asrama Slytherin ! Asrama yang didirikan oleh Salazar Slytherin yang katanya sangat mengangungkan status darah. Pertama kali mengetahui diriku masuk ke asrama ini, aku hanya cuek bebek dan tak mementingkan maksud dan artinya. Sekali lagi, aku tak peduli dimasukkan ke asrama mana pun ketika itu karena aku sama sekali tak tahu seluk beluknya, aku sendiri saja baru tahu kalau aku memiliki bakat sihir sebulan sebelum aku disortir oleh Topi Seleksi, dan jelas tak ada literatur muggle yang dapat membantuku mengetahui asrama apa saja yang ada di Hogwarts.

Namun setelah dua tahun berada di sekolah ini, setelah aku sudah mulai terbiasa dengan sihir yang selalu bermunculan di kastil ini, padahal sebelumnya aku selalu ketakutan, aku mulai mengerti alasan mengapa aku diletakkan bersama anak-anak Slytherin lain yang sangat susah dalam bersosialisasi, termasuk aku. Hanya saja, aku sendiri sempat bingung bagaimana bisa aku masuk ke asrama yang sangat mengagungkan kemurnian darah penyihir, sementara aku sendiri berdarah campuran. Apalagi dengan sikapku dan tingkah lakuku yang sama sekali tak dibesarkan oleh sihir, bisa dibilang status-ku memang half-blood, namun kenyataannya aku adalah mudblood seperti muggle-muggle lain, bahkan lebih parah karena aku memiliki ketergantungan terhadap beberapa benda muggle. Namun aku menyadari hal yang membuatku masuk asrama ini,seperti anak Slytherin lainnya, aku termasuk anak yang ambisius, serta tak mau peduli dengan keadaan sekitar, egois, dan ingin selalu menjadi pemenang apapun masalahnya.

Bersama dengan anak Slytherin lainnya, aku ditempatkan di asrama Slytherin di ruang bawah tanah Hogwarts. Seperti ular, kami saling beradu mulut, bahkan kekuatan kapanpun dan dimanapun selama masih ada kesempatan. Seolah tak ada kerja sama jika orang luar memandagi anak-anak Slytherin yang selalu bertengkar, namun disanalah esensi kami sebagai anak-anak pembuat onar, mungkin. Justru ‘keonaran’ yang kami buat, tatapan sinis yang kami arahkan, seta kata-kata pedas yang meluncur dari mulut kami ke sesama Slyhterin merupakan sebuah ‘sapaan’ hangat yang kami anggap biasa-biasa saja. Kami justru akan merasa aneh jika anak-anak Slytherin saling berpelukan senang, tertawa bersama-sama, atau bahkan menangisi temannya yang sedang susah. Kami memiliki kecenderungan untuk berkomunikasi tingkat tinggi yang hanya dipahami oleh sesama ‘ular’. Hanya kami-lah yang mengetahui cara mengungkapkan ‘kau-temanku’ dalam tindakan seorang Slytherin. Dan sekali lagi, aku sama sekali tak salah asrama, karena disinilah aku bersama ular-ular lainnya melata dan membuat sarang.


• I’m Hogwarts Student

Pertama kali membaca surat yang mengatakan kalau aku memiliki bakat sihir dan diterima di Hogwarts, yang terlintas di benakku adalah dunia yang sangat aneh dan mengerikan (terlalu rumit untuk kubeberkan bagaimana pandanganku tentang dunia sihir saat itu). Tak bisa kubayangkan aku harus berpisah dengan teman-teman muggle ku dan harus melepaskan sebagian kebiasaan muggle yang waktu itu selalu kulakukan. Namun, begitu sampai di Hogwarts, lama kelamaan aku mulai merasa nyaman dan bakat sihirku yang memang tinggi membuatku semakin percaya diri.

Sekolah yang didirikan oleh empat orang penyihir besar ini berdiri sangat megah dengan desain arsitektur eropa yang sangat kental yang bahkan membuatku sedikit terkagum-kagum. Bukan hanya itu, segala sihir sepertinya dapat terjadi begitu saja dibalik tembok besar yang memisahkan kastil dengan dunia luar. Berbagai macam makhluk tinggal di tempat ini, mulai dari peri-peri rumah yang jelek , hantu-hantu yang selalu berkeliaran, Centaurus yang berada di hutan terlarang, dan berbagai macam makhluk air di dalam danaunya.

Sekolah ini seperti sebuah benteng pertahanan, walau aku sendiri merasa bosan harus terkurung dan terkekang di dalam kompleks sekolah ini dengan ditimpuki berbagai macam pelajaran dan esai dari berbagai guru, namun keajaiban sihir yang ada membuatku melupakan kebosanan itu ketika aku menyaksikannya. Sekolah ini telah memberikan perbedaan dengan sekolah-sekolah lainnya yang selama ini aku tahu bagaimana rupanya.

• I Wanna be The Winner

Yang kutahu, turnamen ini memilih beberapa pasangan dari setiap asrama. Seperti selentingan yang terdengar, Hogwarts mencari juara untuk diikutsertakan dalam Piala Triwizard. Dan turnamen ini merupakan sebuah minatur dari pertandingan antara ketiga sekolah terkenal di Eropa itu, menjadi pertandingan antar asrama di Hogwarts. Tak perlu bersusah payah untuk mengobral kesana kemari, namun aku yakin dengan bakat sihirku yang amat brilian, aku bisa memenangkan turnamen ini entah siapapun pasanganku, seorang Clara akan dengan sigap berani menerima tantangan apapun itu, tentu saja dengan batas kemampuan yang dapat kulakukan. Aku akan berusaha untuk menjadi pemenang !

Comments

Popular Posts